Ide cerita yang diangkat dari tulisan ini cukup unik, karena melibatkan dominasi indra penciuman, yang langsung mengingatkan saya dengan film Perfume, saya tidak pernah/sempat membaca novelnya. Dee cukup berani membawakan konsep ini, konsep yang tidak semua penulis bisa taklukkan tanpa riset yang mendalam dan deskripsi yang benar-benar mewakili dari aroma dan rasa.
Plot cerita dalam Aroma Karsa sendiri cukup halus, tidak terlalu lambat dan tidak terlalu cepat. Sayangnya, pada beberapa bab terakhir, yang merupakan klimaks dari kisah ini, Dee seperti sedang tergesa-gesa, atau mungkin menghemat kata agar tidak membuang halaman lebih banyak lagi. Padahal, para pembaca, saya yakin sangat enjoy dengan bab terakhir, dan mereka tidak akan keberatan, saya rasa, sebagaimana saya, jika ditambah seratus atau dua ratus halaman lagi.
Dari segi logika penulisan, meskipun ini merupakan fiksi-fantasi, namun fantasinya belum benar-benar terasa hingga akhir bab. Percampuran antara unsur sejarah, budaya, dan latar yang nyata membuat gambaran tentang setting dan kejadian menjadi sangat realistik, membuat saya terkadang bingung, sukar membedakan mana yang benar-benar orisinil atau ada, mana yang murni imajinasi dari Dee sendiri.
Diksi dan Gaya bahasa yang digunakan menggambarkan Dee sekali. Tidak begitu mendayu-dayu, santai dan gurih. Dipenggal dengan porsi yang sangat pas, tidak terlalu pendek, tidak juga terlalu panjang. Namun, sensasi misteri dan teka-teki yang disajikan dalam setiap penggalan tersebut mampu membuat pembaca penasaran, sehingga seolah selalu dibisiki ‘satu halaman lagi’ dan begitu terus sampai seluruh novel tidak terasa benar-benar akan habis terbaca.
Setidaknya, ada tiga hal yang paling saya suka dari novel Aroma Karsa. Pertama, kehadiran latar sejarah dan kebudayaan lokal yang dapat memberikan wawasan pada para pembaca. Namun sayangnya, gambaran dan nilai-nilai tersebut menurut saya kurang dieksplorasi lebih dalam. Seperti hanya numpang lewat saja.
Kedua, mengangkat salah satu mahluk mitologi lokal, yaitu Banaspati, dan beberapa mahluk fantasi lainnya. Saya sangat menghargai penulis yang berani untuk mengangkat tema dan karakter mitologi lokal, karena selain memberikan pengetahuan, juga sekaligus memberikan penghargaan dan penyadaran terkait seberapa kayanya materi literasi yang bisa dikembangkan di nusantara.
Ketiga, fiksi-fantasi namun sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari. Dee tidak langsung membawa para pembaca ke dalam dunia fantasi. Namun dia memperkenalkan berbagai latar belakang dan kehidupan sehari-hari, sehingga para pembaca dapat terhanyut ke dalam ‘kebohongan’ atau fantasi yang disajikan kemudian.
Saya tidak menemukan beberapa kelemahan yang begitu berarti dalam tulisan ini. Hanya saja, novel yang satu ini bisa saya katakana tidak seperti novel-novel Dee lainnya yang sarat akan makna dan quotes-qutes keren. Keunggulannya sebatas dari ide cerita, kisah cinta, serta tentunya ending yang membuat bulu kuduk merinding abis. Saya sangat menantikan sekuel dari Aroma Karsa, meskipun sepertinya cukup sulit untuk diwujudkan dan ada tandingannya.
Saya akan memberikan nilai 4.2 untuk novel Aroma Karsa. Jika anda ingin membaca sebuah novel fantasi, maka saya akan menyarankan untuk membaca novel ini. Aroma Karsa bukan jenis fantasi tingkat tinggi, jadi anda tidak perlu pusing membayangkan banyak detil yang kurang familier. Malahan, novel ini sagat dekat dengan keseharian dan kehidupan kita. Saya menyarankan karena Aroma Karsa sangat relevan dengan nilai sejarah, serta pengetahuan lokal nusantara.